Senin, 15 Oktober 2012

Korban Bom Bali Giat Tebarkan Pesan Perdamaian


Hayati Eka Laksmi, Janda Korban Bom Bali I,
bersama kedua putranya yang menjadi
 yatim akibat aksi teror tersebut.
Keluarga korban dan korban selamat (survivor) dalam peristiwa bom Bali 12 Oktober 2002 giat menyebarkan pesan perdamaian menjelang peringatan 10 tahun ledakan bom yang menewaskan 202 orang tersebut.

Hayati Eka Laksmi (42 tahun) janda Imawan Sahardjo, korban tewas dalam tragedi teror itu menerangkan, pesan perdamaian itu disampaikan agar tidak ada lagi korban kekerasan.

“Yang namanya kampanye perdamaian adalah belajar untuk survive.  Kita sampaikan kepada pelaku, cukup kita yang merasakan kehilangan anak-anak, suami, atau istri yang kita cintai. Cukup anak-anak kita yang menjadi yatim massal,” jelas Eka.

Ketika peristiwa bom 2002 terjadi, Eka merupakan ibu rumah tangga, dengan dua putra berusia dua dan tiga tahun. Suaminya ketika itu melintas di kawasan Kuta, tak jauh dari mobil yang membawa bom yang meledak.

Setelah peristiwa itu sekitar 22 orang keluarga korban membentuk komunitas Isana Dewata, untuk mewadahi Istri, Suami, dan Anak korban Bom Bali. Di situ mereka saling mendukung dan  menguatkan setelah ditinggal keluarganya.

“Saat itu ada 22 orang yang kehilangan istri dan suami, 19 orang di antaranya ibu rumah tangga, dan ada 47 anak yang menjadi yatin ataupun piatu,” jelas Eka.

Eka mengatakan hampir seluruh perempuan yang suaminya menjadi korban bom Bali 2002 , merupakan ibu rumah tangga, sehingga kehilangan sumber mata pencaharian.

Hingga kini Eka menyimpan pertanyaan kepada para pelaku, “Jika berkesempatan bertemu, saya ingin mengajukan pertanyaan apa alasan mereka melakukan itu? Jihad itu bukan seperti yang mereka pahami, mereka malah membuat anak-anak menjadi yatim dan bahkan sebagian besar korban justru umat Muslim,” kata Eka.

Seorang korban selamat bom Bali I, Yayuk, menganggap kejadian yang menimpanya sebagai garis Tuhan. Guratan bekas luka bakar yang menempel di wajah, paha, dan lengannya adalah pengingat paling jelas atas tragedi tersebut.

“Tidak ada gunanya merasa rendah diri. Saya menerima saja kondisi ini. Mungkin ini yang digariskan oleh Tuhan kepada saya,” jelas Perempuan asal Jember ini.

Anggota Isana Dewata ini mengaku sempat dilanda kemarahan terhadap para pelaku. Tetapi pendeta menasehatkan kepadanya agar tidak memendam dendam kepada siapa pun. Hingga akhirnya ia bisa berlapang dada atas musibah tersebut.

Ketika ledakan terjadi, Yayuk berada di Paddy’s cafe bersama dengan rekannya. “Ketika itu gelap, dan kayak ada bola api seperti bola pimpong, dan saya terpental di antara tubuh-tubuh orang,” kata dia.

Kemudian, Yayuk diselamatkan oleh seseorang dan dibawa ke RS Sanglah, dan sempat dirawat selama tiga hari di ruang perawatan intensif sebelum dirujuk ke sebuah rumah sakit di Australia.

Sementara Ayu Sila Prihana Dewi, mantan karyawan Sari Club Kuta, yang menderita luka bakar di bagian lengan, mengaku hanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk pulih dari trauma, karena mengikuti konseling psikologis, dan kemudian bekerja di tempat yang sama

“Sempat ditanya bagaimana perasaannya, apakah dendam, saya bilang dendam juga rugi apakah bisa mengembalikan kondisi tangan saya dan teman-teman yang sudah meninggal, dendam juga tak ada artinya kan?”

Ayu pun pernah ke Aceh untuk membantu memulihkan trauma yang dialami para korban selamat tsunami.

“Ya meski musibahnya berbeda tetapi lebih mudah bicara dengan orang yang pernah mengalami musibah juga,” kata Ayu.

Sumber: BBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar