Kamis, 26 Juli 2012

MEMUTUSKAN TALI RANTAI RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA


Berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dan berkembangnya paham terhadap Radikalisme dan Terorisme di Indonesia yang  mengalami kesulitan dalam meningkatkan keamanan Negara , faktor utama yang menjadi penyebab radikalisme adalah faktor paham yang salah terhadap agama  yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologist dan faktor eksternal yaitu berupa strategi paham  yang keliru, pengelolaan paham dan tujuan yang tidak terarah.

Yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai implementasi penulis kepada masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia sebagai acuan kedepan dalam menciptakan kemanan dan kedamaian dinegera tercinta ini.

Kesimpulan dalam penulisan ini, yaitu memberikan alternative dalam penanggulangan tindakan kaum Radikalisme dan terorisme yang telah menaungi Indonesia dalam Sistem Keamanan.

Saran dalam penulisan ini adalah, untuk menjaga kenyamanan dan keamanan Negara Indonesia hendaknya terjadi kerjasama yang benar – benar terjalin erat dan tidak ada kepentingan politik belaka dalam membendung tindakan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia,ada kerjasama yang baik antara Pemerintah, TNI dan POLRI, serta semua instansi yang ada dan kerjasama semua golongan masyarakat.  hingga dapat mengatasi masalah yang timbul yang mengancam keamanan yang dilakukan oleh kaum Radikal dan terorisme. Komunikasi yang sehat antara Pemerintah dan masyarakat serta Penegak Hukum.

AMAZING SPIRITUAL TRAINING UPAYA PENCEGAHAN RADIKALISME DAN TERORRISME SEJAK DINI DI INDONESIA


Radikalisme dan Terorisme  menjadi pembicaraan yang tidak pernah berhenti selama satu dekade ini. Bentuk-bentuk radikalisme yang berujung pada anarkisme, kekerasan dan bahkan terorisme memberi stigma kepada agama-agama yang dipeluk oleh terorisme.

Bila terorisme tidak dapat diatasi di Indonesia, bangsa ini akan terjerembab ke dalam krisis multidimensional. Pembangunan di bidang ekonomi akan semakin sulit dilaksanakan dan penderitaan rakyat  akan semakin berat. Hal ini disebabkan para investor maupun wisatawan asing tidak akan datang ke Indonesia. Indonesia disebut sebagai sarang teroris akan menjadi stigma yang sulit untuk dihapuskan.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini ialah mengapa pembentukan Amazing Spritual Training penting dilakukan dalam upaya pencegahan paham radikalisme dan  terorisme sejak dini di Indonesia dan bagaimana pembentukan Amazing Spiritual Training sebagai upaya dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme sejak dini di Indonesia. Adapun tujuan penulisan karya tulis ini yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan pentingya upaya pembentukan Amazing Spritual Training dalam mencegah paham radikalisme dan terorisme sejak dini di Indonesia dan memberikan gambaran konkret model pembentukan Amazing Spriritual Training sebagai upaya pencegahan paham radikalisme dan terorisme sejak dini di Indonesia. Telaah pustaka yang digunakan untuk pijakan meliputi radikalisme dan terorisme dan Amazing Spiritual Training. Sasaran karya tulis ini ialah pembentukan Amazing Spiritual Training sebagai upaya dalam mencegah paham radikalisme dan terorisme sejak dini di Indonesia. Sumber kajian yang digunakan antara lain buku-buku yang relevan, majalah, surat kabar dan browsing di internet. Langkah – langkah penulisan meliputi menemukan dan merumuskan masalah, mencari dan menyeleksi sumber-sumber pustaka yang relevan, menganalisis sumber-sumber pustaka dan melakukan studi komprasi untuk menjawab permasalahan, merumuskan alternatif permasalahan, menarik simpulan dan merumuskan saran dan terakhir menyusun karya tulis. Berdasarkan beberapa hal di atas, hasil analisis dan sintesis dapat dipaparkan bahwa upaya pencegahan radikalisme dan terorisme melalui Amazing Spiritual Training adalah konsep yang tepat dan strategik dalam membantu masyarakat dalam mencegah terjadinya penyaluran paham radikalisme dan terorisme sejak dini di indonesia.

CORET RADIKALISME DAN TERORISME DI BUMI PERTIWI INI

Membuka pikiran lebih lebar, kita dapat melihat bahwa kesamaan para radikalis bukanlah status ekonominya. Kesamaan mereka terletak dalam cara melihat dunia: hitam-putih, intoleran terhadap ambiguitas. Teroris dan terorisme jelaslah berbeda. Hanya saja pelaku terorisme tersebut dinamakan teroris. Kebejatan mereka yang menyalahgunakan arti penting kandungan dalam kitab suci Al-qur’an. Bagi teroris, setiap ayat yang disitir semakin meyakinkan mereka akan ketidakmungkinan pemimpinnya untuk salah. Pikiran inilah yang akan membuat masyarakat yang lemah dalam agama akan teracuni oleh pikiran busuk para teroris. Dalam konteks terorisme, kebersandaran pada pemimpin ini terlihat jelas. Kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI) senantiasa menjunjung pemimpin yang dipandang mumpuni ilmu agamanya. Ketaatan itu semakin menguat saat para pengikut melihat bagaimana ayat-ayat suci disitir dengan fasih. Sungguh ironi keadaan sekarang ini dengan adanya perusakan-perusakan moral agama. Perubahan filosofi pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan otoritas agama. Pemuka-pemuka agamalah yang akan menghadapi kehilangan pengaruh. Semakin kritis suatu masyarakat semakin ia tidak bersandar pada ketokohan. Perlu upaya menanggulangi bencana radikalisme dan terorisme. Pengikisan ke akarnya lebih sulit dari yang dibayangkan. Tetapi, dengan peran aktif semua pihak pasti tidak akan sulit. Kepedulian kita dapat mencegah masuknya teroris di suatu kota maupun desa. Sebaliknya, kita sadar bahwa terorisme adalah musuh kita bersama maka kita puna kewajiban ikut memberantas jaringan terorisme. Semula dengan tewasnya sejumlah tokoh teroris seperti dr Azhari, Noordin M. Top, Imam Samudra, Amrozi, Dulmatin dll. diharapkan jaringan terorisme akan tiarap. Sebab, mereka sudah kehilangan para pemimpinnya yang punya jaringan luas. Ternyata muncul jaringan baru, seperti terungkap dua bulan lalu di Aceh. Mereka mengadakan latihan perang-perangan dengan senjata lengkap perlu diantisipasi.Membuka pikiran lebih lebar, kita dapat melihat bahwa kesamaan para radikalis bukanlah status ekonominya. Kesamaan mereka terletak dalam cara melihat dunia: hitam-putih, intoleran terhadap ambiguitas. Teroris dan terorisme jelaslah berbeda. Hanya saja pelaku terorisme tersebut dinamakan teroris. Kebejatan mereka yang menyalahgunakan arti penting kandungan dalam kitab suci Al-qur’an. Bagi teroris, setiap ayat yang disitir semakin meyakinkan mereka akan ketidakmungkinan pemimpinnya untuk salah. Pikiran inilah yang akan membuat masyarakat yang lemah dalam agama akan teracuni oleh pikiran busuk para teroris. Dalam konteks terorisme, kebersandaran pada pemimpin ini terlihat jelas. Kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI) senantiasa menjunjung pemimpin yang dipandang mumpuni ilmu agamanya. Ketaatan itu semakin menguat saat para pengikut melihat bagaimana ayat-ayat suci disitir dengan fasih. Sungguh ironi keadaan sekarang ini dengan adanya perusakan-perusakan moral agama. Perubahan filosofi pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan otoritas agama. Pemuka-pemuka agamalah yang akan menghadapi kehilangan pengaruh. Semakin kritis suatu masyarakat semakin ia tidak bersandar pada ketokohan. Perlu upaya menanggulangi bencana radikalisme dan terorisme. Pengikisan ke akarnya lebih sulit dari yang dibayangkan. Tetapi, dengan peran aktif semua pihak pasti tidak akan sulit. Kepedulian kita dapat mencegah masuknya teroris di suatu kota maupun desa. Sebaliknya, kita sadar bahwa terorisme adalah musuh kita bersama maka kita puna kewajiban ikut memberantas jaringan terorisme. Semula dengan tewasnya sejumlah tokoh teroris seperti dr Azhari, Noordin M. Top, Imam Samudra, Amrozi, Dulmatin dll. diharapkan jaringan terorisme akan tiarap. Sebab, mereka sudah kehilangan para pemimpinnya yang punya jaringan luas. Ternyata muncul jaringan baru, seperti terungkap dua bulan lalu di Aceh. Mereka mengadakan latihan perang-perangan dengan senjata lengkap perlu diantisipasi.

Perang Melawan Terorisme: Legitimasi Masyarakat Dunia Demi Pemenuhan Hak-hak Kehidupan


Isu teorisme dan radikalisme, dalam konteks Hubungan Internasional memang diketegorikan termasuk isu-isu global kontemporer yang perkembangannya akan terus menjadi perhatian ke depan. Dari beberapa definisi dan pengertian tentang terorisme yang ada, tidak seharusnya jenis kejahatan ini dikaitkan dengan dimensi agama. Bagaimanapun, kejahatan terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanitity) yang luar biasa (extra-ordinary crime). Karena karakternya yang memiliki pola asimetris dan tidak pandang bulu (indiscriminate), ditambah pergerakannya yang sembunyi-sembunyi (underground), menjadikan kejahatan terorisme sulit dilacak. Identifikasi terhadap tindak kejatahan terorisme juga beragam, apakah ia diposisikan sebagai metode (method) atau strategi (strategy), kekuatan (power), konsep politik (political concept), proses strategi (strategy process), atau malah terorisme memiliki hubungan erat dengan media (a strategic and symbiotic relationship with the media)? Terorisme menempati posisi generasi keempat yang merupakan fase paling akhir dari format konflik yang ada dan berlangsung selama ini, dimana ia berkembang dengan pola baru dalam dinamika perkembangan transformasi konflik.

Perang melawan terorisme global oleh Amerika semakin menunjukkan gairahnya pada saat pemerintahan George W. Bush mengeluarkan Bush Doctrine. Kunci dari permasalahan Islam dan Barat yang menegang serta bangkitnya teorisme global dan kelompok radikalisme adalah ketidakadilan dan kepincangan dalam tata hubungan internasional (injustice world order). Para pelaku terorisme pada dasarnya adalah orang-orang yang kehilangan “justifikasi moral” dan agama mengingat tindakan ini justru banyak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan yang ada. Sering kali pengertian “jihad” mengalami salah penafsiran, bahkan dalam konteks perang sekalipun, “jihad” merupakan tindakan pembelaan diri (defensif), bukan ofensif. Perang melawan kejahatan terorisme memiliki dasar legitimasi yang kuat dan sifatnya menyeluruh “jurisdiksi universal”, upaya meminimalisir dapat dilakukan dengan banyak cara, seperti penerapan prinsip “zero tolerance”, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum dan yang lebih penting partisipasi masyarakat. Perang melawan terorisme adalah tugas kita semua, karena ini demi hak kita untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang nyaman, bebas dari rasa kekhawatiran, dan keamanan dalam menjalani kehidupan.

Rabu, 25 Juli 2012

NU Tularkan Islam Moderat ke Afghanistan


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) menggelar pertemuan dengan ulama dan tokoh Islam dari Afganistan. Pertemuan itu, membahas tema perdamaian dan pengalaman Islam moderat dalam demokrasi Indonesia.

"Ini kan forum silaturahmi ulama Indonesia dan Afghanistan menuju perdamaian Afghanistan," kata Ketua Panitia Harlah NU Ke 85, As'ad Said Ali, saat ditemui disela-sela acara di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 18 Juli 2011.

Ulama Afghanistan, kata As'ad akan menyampaikan permalahan-permasalahan di negaranya. Mereka, kata As'ad, ingin NU memfasilitasi perdamaian di Afghanistan. "Karena dianggap NU punya pandangan yang luas," kata dia. 

Wakil Ketua Umum PBNU itu mengatakan beberapa tokoh dari Indonesia, baik dari unsur NU maupun pejabat negara akan memberikan pemaparannya. Di antaranya adalah, Ketua Umum PBNU, tokoh NU, Said Aqil Siradj, Mustofa Mas'ud, dan Hasan Wirajuda.

"Acara kita set up beberapa dari pihak NU akan membicarakan apa itu NU dan peranan NU dalam wilayah negara yang akan disampaikan oleh Said Aqil," kata dia.

"Kemudian ada Hasan Wirajuda juga yang akan menyampaikan bagaimana pengalaman Indonesia menyelesaikan macam-macam konflik dan ada pembicaran Islam."

Sementara itu, lanjut dia, Mustofa Mas'ud akan menyampaikan peranan NU selain dalam perkembangan agama di Indonesia. "Seperti kesehatan, bencana, ekonomi dan lainnya," kata dia.

Kemudian, KH Mustofa Bisri juga akan memaparkan Islam moderat yang dikembangkan NU di Indonesia untuk para tokoh Afghanistan ini. "Kemudian Gus Mus akan bicara bagaimana Islam moderat seperti NU ini yang mendapat respon oleh dunia yang dianggap mewakili pandangan moderat, perdamaian dan toleran yang mungkin bisa menciptakan perdamaian di dunia yang menjadi semangat bagi perdamaian di Afghanistan," kata dia.

Menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini, para ulama dan tokoh Afghanistan sangat tinggi keinginannya untuk belajar dari NU. Sejumlah pejabat dan mantan pejabat Afghanistan telah hadir dalam forum ini, seperti mantan Presiden Rabbani, ketua MPR, para ulama, mantan wakil menlu, wakil menteri agama, wakil menteri kesehatan dan sebagainya.

"Ini artinya ada kepercayaan besar mereka terhadap NU dan harapan besar mereka terhadap NU agar bisa membantu perdamaian di Afghanistan," kata dia.

Namun begitu, As'ad tidak mau memberikan jaminan forum ini akan berdampak cepat terhadap proses perdamaian di  Afghanistan. "Yang penting kumpul dulu komunikasi, minimal semacam deklarasi dulu lah," kata dia.

Terlibat Terorisme, Wartawan Ethiopia Dibui


Eskinder Nga

Pengadilan Ethiopia menjebloskan seorang wartawan ke penjara selama 18 tahun akibat diduga terlibat terorisme. Dia ditahan bersama dengan 23 wartawan lainnya, yang juga dipenjara antara delapan tahun hingga seumur hidup. Sebelumnya, pengadilan dikecam oleh kelompok pembela Hak Asasi Manusia atas penahanan ini.

Wartawan pria, Eskinder Nga, dipenjara selama 18 tahun. Sementara itu, anggota oposisi Andualem Arage diganjar hukuman seumur hidup.
"Sebab, kedua orang itu dinyatakan bersalah akibat turut berpartisipasi dalam organisasi teroris dan perencanaan aksi teroris," kata Hakim Hussein Yimer, seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Jumat 13 Juli 2012.

Ethiopia mendapatkan bantuan dari Barat dalam memerangi gerakan separatis dan kelompok bersenjata yang didukung oleh musuh bebuyutannya Eritrea. Namun, kelompok pembela HAM mengatakan, negara yang berada di tanduk Afrika yang terjepit antara negara konflik Sudan dan Somalia ini menggunakan perluasan undang-undang anti-terorisme untuk menindak perbedaan pendapat dan kebebasan media.

"Andualem juga dinyatakan bersalah karena bertindak sebagai seorang pemimpin atau pengambil keputusan di organisasi teroris," ungkapnya.

Hakim menambahkan, hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Eskinder dinyatakan bersalah karena bekerja sama dengan kelompok terlarang Ginbot 7 yang dianggap sebagai kelompok teroris di bawah hukum Ethiopia.

Bagaimana Islam menghapuskan terorisme

Islam telah memberikan batasan kepada pemeluknya untuk tidak melakukan aksi terror. Tindakan tersebut terkategori haram. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

“Tidak halal bagi seorang muslim meneror muslim yang lain.

Imam as-Syaukani berpendapat, “Ini menjadi dalil bahwa tidak boleh (haram) meneror orang muslim, meskipun hanya sekadar gurauan.

Selain itu, Imam as-Sarakhshi dari manzhab Hanafi, dalam kitab al-Mabsuth, menyatakan bahwa menteror orang dengan ancaman dan intimidasi hukumnya haram. Dia mengatakan: “Saya tegaskan, seseorang menghunus pedang di depan orang lain; dia hendak membunuhnya, meski tidak dia lakukan; menghunus pisau atau tongkat, namun sama sekali tidak menyerangnya dengan senjata tersebut, apakah dia harus dikenai takzir? Ia menjawab: Ya, sebab dia telah melakukan sesuatu yang tidak dihalalkan, yaitu meneror orang muslim dengan tujuan untuk membunuhnya.

Oleh karena itu, jika menakut-nakuti orang dengan ancaman dan intimidasi saja haram, maka menimbulkan ketakutan kepada orang lain dengan bom atau merusak hak pribadi dan milik umum, hukumnya jelas diharamkan di dalam Islam. Terlebih lagi, jika semuanya itu dilakukan bukan di medan perang.

Kabareskrim: Perlu Penjara Khusus Teroris


Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komjen Ito  Sumardi mengatakan perlu dibangun lembaga pemasyarakatan  khusus terpidana terorisme. 

Lapas khusus itu ditujukan agar tidak  terjadi regenerasi pelaku teroris di dalam penjara.

"Ada semacam regenerasi di lapas. Bahkan ada orang-orang yang direkrut di lapas. Jadi, lapas masih perlu dibenahi," kata Ito dalam Simposium Nasional 'Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Deradikalisme Teroris, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa 27 Juli 2010.

"Jadi perlu lapas khusus untuk teroris agar tidak bercampur dan  beregenerasisasi di Lapas," ujarnya.

Ito menambahkan, regenerasi itu juga disebabkan oleh lemahnya Undang-undang anti terorisme di Indonesia. Menurut dia, undang-undang anti terorisme itu memunculkan berbagai tafsir yang melemahkan penerapannya. 

"Hukum di Indonesia masih  menimbulkan penafsiran yang berbeda. Sebagian pelaku  terorisme sebagian dibebaskan, divonis lebih rendah dari  seharusnya, atau dijatuhi hukuman yang tak berkaitan dengan  terorisme," kata dia.

Untuk penanganan terorisme, lanjut dia, Polri telah mengirimkan beberapa personilnya ke Prancis untuk belajar penegakan hukum dalam kasus terorisme. 

Menurut dia, penegakan hukum terkait  terorisme di Perancis lebih baik dari pada di Indonesia.

"Di sana  ada hakim yang khusus menangani kasus terorisme yang dinilai  mampu menjatuhkan hukuman yang turut memberikan efek jera  pada pelaku terorisme. Di sini, hakim yang menangani kasus  terorisme adalah hakim umum yang belum tentu memahami  secara empirik kasus terorisme," kata dia