Selasa, 18 Desember 2012

Diduga Terkait Teror Solo, Santri Ditangkap

Salah satu pos polisi yang menjadi obyek teror kelompok Farhan, cs

Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Ali Zaenal Abidin (20), santri Pondok Pesantren Ma’had Aly Tahfidhul Qur’an El-Suchary, Kelurahan Purbalingga Lor, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pada Minggu (16/12/2012) pagi.

Ali diduga terlibat kelompok Farhan Mujahid yang melakukan serangkaian aksi teror terhadap beberapa pos pengamanan dan pos polisi di Kota Solo sepanjang Agustus 2012. Kegiatan terorisme tersebut dilakukan sebelum yang bersangkutan pindah ke Purbalingga dua bulan lalu.

“Kata polisi Ali diduga ada hubungannya dengan kasus penembakan di Solo,” kata pengasuh Ponpes El Suchary, Ahmad Toha Husein, seperti dilansir Kompas.com, Senin (17/12/2012).

Minggu pagi, kemarin, Ali Zaenal Abidin ditangkap saat pulang dari pasar setelah berbelanja.

Ali diketahui warga Dusun Ngruki RT 05/RW 17, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.Yang bersangkutan diduga terkait dengan kelompok Farhan, cs yang terlibat tiga aksi penyerangan terhadap pos pengamanan dan pos polisi di Solo selama bulan Agustus 2012.

Aksi-aksi tersebut meliputi penembakan di Pospam Simpang Gemblengan, Jumat (17/8/2012), dan di Bundaran Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Sabtu (18/8/2012). Aksi terakhir terjadi di Pos Polisi Singoaren, Serengan, Solo, Kamis (30/8/2012) yang menewaskan seorang anggota kepolisian yakni Bripka Dwi Data Subekti.

Menurut Kepala Polres Purbalingga Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo, pihak ponpes El Suchary awalnya menyangka Ali diculik dan sempat melaporkan kejadian ini ke Polres Purbalingga. Namun setelah mendapatkan penjelasan dari petugas Polres Purbalingga, pihak Ponpes baru mengetahui jika penangkapan tersebut bukanlah penculikan.

Pihak Pondok Pesantren membantah penangkapan Ali Zaenal Abidin (20) oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror berkaitan dengan pondok tersebut. Ali disebut baru belajar dua bulan dan belum terkait keorganisasian apa pun dengan pesantren itu.

Ahmad Toha Husein, menegaskan, Ali Zaenal Abidin belum genap tiga bulan belajar di pesantren yang  ia asuh. Ia masuk pada 26 September 2012. Sebelumnya, Ali pernah belajar di Ponpes Ngruki pimpinan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’­asyir.

“Kami menerima siapa saja yang ingin ngaji di sini. Kami tidak tahu kalau ternyata ia terduga teroris,” ujar Toha seperti dikutip suaramerdeka.com.

Menurut dia, Ali masuk ponpes tersebut karena lulus saat mengikuti seleksi masuk ke pondok yang hanya di huni oleh 30 santri pada setiap angkatan tersebut. Toha menerangkan, untuk hidup dan belajar di ponpes tersebut tidak dikenai biaya alias gratis.

“Bila ternyata dia teroris, itu adalah permasalahannya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan pesantren kami,” imbuh Toha menandaskan.

Kapolres Purbalingga AKBP Ferdy Sambo mengatakan, Ali tidak diamankan di Mapolres, tapi langsung dibawa ke Mabes Polri.

Pemuda Jadi Sasaran Empuk Radikalisme, Keluarga Harus Berperan Aktif


Penanganan radikalisme dan terorisme tidak hanya menjadi tugas pemerintah dan aparat semata. Namun organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) memiliki tanggung jawab dan peran penting. Hal tersebut diungkapkan Direktur Moderate Muslim Society (MMS) Agus Muhammad.

“Ormas berkewajiban untuk menyerukan kepada seluruh anggotanya dan masyarakat, bahwa persoalan radikalisme dan terorisme sedang mengancam bangsa dan menjadikan remaja menjadi target. Karena itu, para keluarga harus mewaspadai anak-anaknya,” kata Agus pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Menurut Agus, selain ormas, peran sekolah dan orang tua juga sangat penting, karena perkembangannya generasi muda sudah menjadi sasaran empuk kelompok teror dalam melakukan aksinya.

Dalam hal ini, kata Agus, sekolah dan orang tua harus berperan aktif. “Ngapain saja di sekolah. Harus ditanyakan pada gurunya bagaimana tingkah lakunya. Demikian juga di luar sekolah, dia ngapain saja. Mungkin saja proses indoktrinasi terorisme itu ada di sekolah,” ungkapnya.

Orang tua, lanjut Agus, harus tahu kegiatan anak-anaknya tidak hanya di luar sekolah, tetapi juga di lingkungan sekolah, orang tua harus mengetahui. “Orang tua harus tahu kegiatan anaknya, sehingga ketika ada kecenderungan yang berbeda dari anaknya untuk menjadi teroris misalnya, maka orang tua bisa lapor ke pihak sekolah, bahkan dia bisa melakukan terapi sendiri kepada anaknya,” kata dia.

Terorisme Marak, Menag Nilai Dakwah Ulama Masih Kurang


Menteri Agama, Suryadharma Ali menilai dakwah yang dilakukan oleh alim ulama dan santri kepada masyarakat masih kurang. Hal ini terbukti dengan masih maraknya aliran sesat namun mengaku Islam, serta ajaran radikalisme dan terorisme.

“Ini keprihatinan kita bersama. Mari kita bertekad untuk mensuplai ummat dengan informasi ajaran Islam yang benar. Juga mari kita datangi saudara-saudara kita yang terlanjur mendapatkan ajaran yang salah, untuk kita ajak kembali kepada ajaran yang benar,” kata Menag pada acara Halaqah Nasional I Kiai Pondok Pesantren Ahlussunah Wal Jamaah di Ponpes Al-Qur’an Al-Falah 2, Nagrek, Kabupaten Bandung, seperti dilansir laman Kementerian Agama.

Menurut Menag, dengan melakukan dakwah sesuai ajaran Ahlussunah Wal Jamaah yang sesuai ajaran Alquran dan Sunah Nabi, maka akan tampak ajaran Islam yang damai, santun, moderat, serta jauh dari kekerasan. “Mari kita tunjukkan kepada dunia, bahwa jangan seenaknya mengaitkan Islam dengan radikalisme dan terorisme. Terlebih lagi mengaitkan radikalisme dan terorisme dengan Pondok Pesantren,” kata Menag.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Irjen Pol (Purn) H. Arsyaad Mbai mengatakan bahwa perlu dicegah upaya menanamkan radikalisme dan membenci NKRI kepada generasi muda melalui pengajaran Islam yang salah.

Arsyaad menambahkan bahwa saat in dideteksi ada segelintir Pondok Pesantren yang mengajarkan berbagai bentuk radikalisme, seperti mengharamkan hormat kepada bendera dan mengamalkan Pancasila. “Yang seperti itu hanya segelintir jumlahnya, karena Ponpes kita mayoritas mengajarkan Islam yang damai, sejuk, dan moderat, serta cinta NKRI,” ungkapnya.

Namun demikian, yang sedikit ini tidak bisa dibiarkan, harus dipantau untuk selanjutnya dibina bersama para kiai yang ada. Ini demi menjaga citra Pondok Pesantren, demi ummat, dan demi menjaga keutuhan NKRI.

Pemerintah Harus Atasi Radikalisme Agama di Sekolah


Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi mengatakan sejumlah sekolah telah mengajarkan intoleransi dan mengarahkan siswa untuk memiliki fanatisme terhadap ajaran agama tertentu.

Badriyah Fayumi mengatakan bahwa indoktrinasi semacam itu sudah berjalan melalui kegiatan yang sistematis di sejumlah lembaga pendidikan, dan akan berbahaya jika dibiarkan.

Anak, menurut Badriyah, sangat rawan menjadi korban indoktrinasi dan juga rentan untuk meneruskan tradisi intoleransi.  Ia menambahkan kurikulum pendidikan harus betul-betul memiliki muatan yang mengajarkan toleransi.

“Radikalisme di sekolah itu terjadi dari level yang paling dini sampai level perguruan tinggi, antara lain melalui proses indoktrinasi bahwa yang lain yang tidak sama seperti kita adalah musuh kita, boleh kita serang, boleh kita perangi,” ujar Badriyah.

“Bahkan kami mendapatkan pengaduan dari guru TK di Depok, yang kemudian ayahnya mengeluarkan anaknya dari TK tersebut, karena anaknya pulang mengatakan bahwa ‘Oh, itu berbeda agamanya dengan kita, berarti dia boleh dibunuh’.”

Badriyah mengatakan kasus indoktrinasi seperti itu juga dapat terjadi melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang ada di sekolah.

Sumber: Voaindonesia.com

Quraish Shihab: Jangan Korbankan Toleransi Atas Nama Aqidah, Atau Pun Sebaliknya



Dalam agama Islam dikenal istilah tasamuh untuk merujuk pada toleransi. Menurut Quraish Shihab toleransi adalah batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih dapat diterima. Toleransi adalah penyimpangan yang tadinya harus dilakukan menjadi tidak dilakukan. singkatnya penyimpangan yang dapat dibenarkan.

Islam menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan memiliki berbagai macam perbedaan. perbedaan bukan hanya keniscayaan tetapi juga kebutuhan. Tapi pada saat yang sama Tuhan menghendaki juga agar manusia bersama. Bersama dengan Tuhan dan bersama dengan seluruh manusia.

“Keniscayaan perbedaan dan keharusan persatuan itulah yang mengantar manusia harus bertoleransi. Karena semua manusia mendambakan kedamaian. Tanpa toleransi tidak mungkin ada kedamaian. Semua manusia mendambakan kemaslahatan, dan tanpa toleransi tidak akan ada kemaslahatan. Semua menginginkan kemajuan dan tanpa toleransi kemajuan tidak akan tercapai” Ungkap pakar tafsir Quraish Shihab.

Islam memahami toleransi bukan saja dalam kehidupan bermasyarakat tetapi juga dalam kehidupan beragama. Banyak sekali contoh dalam al Qur’an dan juga kisah nabi SAW yang memperlihatkan kadar toleransi yang sangat begitu tinggi.

Quraish Shihab mengkisahkan, dalam perjanjian Hudaibiyyah, nabi SAW menulis kata bismillahi rahmani rohim pada perjanjian. Namun orang-orang musyrik tidak terima dengan kalimat basmallah tersebut. Mereka menginginkan ditulis bismikallauhumma. Dan nabi SAW akhirnya menyetujuinya. Sebenarnya para sahabat tidak bisa mentoleransi hal tersebut. Tetapi nabi SAW yang penuh dengan toleransi menghapus kata itu demi kemaslahatan dan perdamian.

Menurut Quraish Shihab kita memang tidak boleh mengorbankan aqidah demi toleransi, tetapi dalam saat yang sama kita tidak boleh mengorbankan toleransi atas nama aqidah. Karena itu sekian banyak ayat al Qur’an berbicara dan menganjurkan untuk bertoleransi, misalnya dalam surat Saba’ 25-26.

Anggota JI Diduga Hendak Beraksi di Filipina

Struktur Organisasi JI

Pemerintah Filipina memperketat penjagaan di Kota Davao setelah informasi intelijen mengungkapkan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) akan melakukan aksi pengeboman di kota itu. Ini dilakukan untuk mencegah timbulnya serangan mendadak.

Sebelumnya aparat Filipina menyergap seorang anggota JI berkebangsaan Malaysia di Kota Davao. Warga Malaysia yang ditangkap itu diduga sebagai ahli pembuat bom. Warga Malaysia bernama Mohammad Noor Fikri Abdul Kahar itu ditembak mati dalam operasi penyergapan tersebut.

“Informasi intelijen menyebutkan, JI akan melakukan aksi pengeboman di Kota Davao. Tetapi pihak intelijen tidak menyebutkan kapan dan di mana tepatnya aksi tersebut akan dilaksanakan,” ujar Kepala Polisi Kota Davao, Ronald dela Rosa, seperti dikutip okezone dari The Star, Senin (17/12/2012).

“Kami telah memperketat penjagaan di tempat-tempat ramai seperti pusat perbelanjaan, hotel dan juga gereja. Kami juga menjaga akses keluar masuk di pelabuhan,” jelas dela Rosa.

Beberapa pihak menduga JI akan melakukan aksi bomnya di sebuah hotel di Kota Davao seperti yang pernah dilakukannya terhadap Hotel JW Marriot di Jakarta pada 2009 lalu.

Sementara dalam pemeriksaan polisi, istri Fikri yang ditangkap hidup dalam baku tembak itu mengaku, mereka bermaksud untuk melakukan serangan terhadap sebuah bus dan meminta uang tebusan dari pemilik bus tersebut.

Namun, pihak berwenang Filipina tidak percaya begitu saja dan langsung melakukan penyelidikan. Pejabat senior Kepolisian Filipina Ronald dela Rosa mengatakan, pihaknya meragukan keterangan itu.

“Kami yakin mereka berdua bermaksud melakukan serangan kepada relawan asing yang bekerja membantu wilayah yang dihantam topan (Bopha). Mereka juga bermaksud untuk menyerang gereja di Filipina sebagai aksi terorisme,” ujar Rosa, seperti dikutip Associated Press, Senin (17/12/2012).

Rencana pengeboman oleh JI ini muncul ditengah-tengah persiapan warga Filipina untuk merayakan natal. Pemerintah Filipina juga masih disibukkan oleh proses penanganan dampak bencana Topan Bopha di wilayah selatan negara itu yang diperkirakan telah memakan korban jiwa hingga 1.000 orang.

Sumber: Okezone

Senin, 26 November 2012

GERAKAN BARU NII: MASYARAKAT INDONESIA MEMBANGUN Dari Gerakan Bawah Tanah Menuju ke Permukaan


Gembar-gembor tanpa klimaks tentang Negara Islam Indonesia (NII) dan Ma’had Al Zaytun (MAZ) di media dalam dua bulan belakangan semakin tak tentu arah. Harapan akan adanya penindakan kepada pentolan NII dan MAZ, Syaikh AS Panji Gumilang, hanya ketoprak humor yang tak lucu. Alih-alih pemerintah bersikap tegas, Menteri Agama, Suryadharma Ali, tiba-tiba melakukan kunjungan ke MAZ.

Bukan cuma kunjungannya yang seakan melegitimasi MAZ beserta NII dibelakangnya, pernyataan sang menteri malahan menganulir hasil penelitian MUI, Litbang Departemen Agama, Fatwa Sesat FUUI,  BAP Polisi atas kasus penangkapan pimpinan NII yang divonis makar tahun 2008 di Bandung serta pendapat dan penelitian lepas para ormas Islam dan lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan kasus NII KW9. Katanya, “tidak ada hubungannya MAZ dengan NII”. Edan!!.

 ain halnya dengan NII dan MAZ, gonjang-ganjing media tidak membuat mereka panik seperti ibu-ibu yang takut anak mereka yang sedang sekolah dan kuliah direkrut anggota NII. Jauh sebelumnya, tepatnya akhir tahun 2010, Panji Gumilang sudah mencanangkan perubahan orientasi gerakan didalam “Negara” yang dipimpinnnya. Sebuah gerakan yang konon akan merubah gerakan bawah tanah NII menuju ke permukaan. Gerakan yang dinamainya, Masyarakat Indonesia Membangun (MIM).

Menurut sumber terpercaya NCC, MIM merupakan gerakan penyegaran setelah selesai melewati program 15 tahun NII yang berakhir pada tahun 2009. MIM memiliki tujuh misi, yaitu Membangun untuk bersatu, Membangun untuk berdaulah, Membangun untuk adil dan makmur, Membangun kesejahteraan umum, Membangun untuk mencerdaskan bangsa, Membangun untuk ketertiban dunia dan Membangun untuk pertahanan kedaulatan. Kesemua misi MIM diterjemahkan dalam program-program sosial yang muncul resmi di masyarakat, seperti pendidikan (paket A,B,C dan UT juga kursus-kursus), ekonomi (koperasi dan pembentukan sentra ekonomi umum maupun pertanian, perikanan perkebunan, peternakan dan penguasaan tanah), perekrutan (dalam bentuk pelatihan da’I dan da’iyah baik intern NII dan ekstern yang kemudian di sebar ke majelis ta’lim mushala dan masjid yang akan dikerjasamakan).

Dalam penafsiran ala NII, MIM diambil dari ayat Alif Lam Mim. Alif diartikan sebagai Allah, Lam berarti Malaikat dan Mim diartikan sebagai Muhammad. Filofosinya adalah berakhlaqul karimah untuk menaklukkan. Sebagaimana Muhammad mampu menaklukkan hati para penduduk Mekah dan Madinah dengan akhlaqnya yang mulia. Maka, sesuai dengan perkembangan politik dalam negeri NKRI yang kondusif, sudah waktunya Ashabul Kahfi muncul ke permukaan. Ashabul Kahfi adalah penghuni “goa” atau diartikan sebagai anggota NII. Hal ini juga ditafsirkan Fajar telah menyingsing, maka harus ada gerakan penyegaran yang disesuaikan dengan kondisi yang ada kini. Dari gerakan kekerasan menjadi gerakan lemah lembut. Dari ilegal menjadi legal. Panji Gumilang merubah gerakannya kearah yang toleran dan nasionalis dalam bentuk gerakan sosial kemasyarakatan. Kelak, MIM akan tersebar ke seantero negeri dimanapun anggota NII berada.  

Pepatah Barat mengatakan, “He who laugh the last, laugh the hardest,” lebih kurang artinya, siapa yang tertawa terakhir, tertawa paling keras. Dan menurut saya, Panji Gumilang-lah yang tertawa paling akhir dan paling keras!. Kenapa?. Betapapun gencarnya media massa menyorot hubungan NII dan MAZ dengan segala kesalahannya, toh pemerintah bersikap diam. Apapun hasil penelitian kelas MUI dan Litbang Depag, tetap tak banyak membuat asa baru. Siapapun ulamanya, politisi kelas atas maupun tokoh-tokoh pemerintahan bicara lantang tentang NII dan MAZ, tetaplah Hendropriyono berdiri di depan Panji Gumilang dan Suryadharma Ali mengapit disampingnya. Entah siapa lagi yang ada di belakangnya dan menjadi penggembira disekelilingnya.

Lebih jauh lagi, Panji Gumilang akan semakin tertawa terpingkal-pingkal bahkan sampai bergulingan saking gelinya. Apa pasal?.  Bila tidak ada aral menghadang, pada tanggal 1 Juni 2011, Gerakan MIM akan dideklarasikan di Palagan Agung Pesantren Alzaytun. MIM yang lambangnya adalah Monas, mengambil tanggal 1 Juni yang bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila. Kembali, simbol-simbol digunakan Panji Gumilang untuk menyatakan dirinya seorang nasionalis sejati,  seperti Bung Karno yang mampu membangun karya nyata di ibukota layaknya Monas dan melahirkan filosofi kehidupan bernegara, Pancasila. Nasionalisme menjadi tema-nya. Tapi belum tentu tujuan akhirnya.

Dan terakhir, bila intelijen Negara ini masih amburadul kerjanya, maka apa yang telah direncanakan Panji Gumilang akan berjalan mulus, yaitu deklarasi MIM akan dihadiri oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Mendagri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali dan KaBIN Sutanto serta dihadiri juga oleh para pejabat lain dan perwakilan Negara sahabat. Uedan Tenan!!. Dicky Cokro.

Forum Perdamaian Dunia Konsolidasikan Demokrasi Multikultural


Pimpinan Pusat Muhammadiyah kali keempatnya akan menggelar gelaran Internasional yakni World Peace Forum IV (WPF) yang akan digelar selama empat hari, 23-26 November 2012. Rencananya, WPF-4 bakal dilaksanakan di Hotel Novotel Bogor, Jawa Barat. Acara ini akan dihadiri 50 tokoh dunia dari 21 negara. Serta direncanakan pula Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan pidato pada acara puncak.

WPF 4 sendiri diselenggarakan oleh Muhammadiyah yang bekerja sama dengan Cheng Ho Multi Culture Trust and Centre For Dialog and Corporation among Civilitation (CDC). Acara ini bertema Consolidating Multicultural Democracy.

Forum Internasional dua tahunan ini pertama kali digelar di Jakarta pada 14-16 Agustus 2006 dengan tema One Humanity, One Destiny, One Responsibility. Sesuai dengan rekomendasi WPF-1, One Humanity, One Destiny, One Responsibility dijadikan sebagai tema tetap WPF.

Tujuan dari ajang ini digelar adalah mengembangkan dialog terbuka masalah identitas, multikulturalisme, dan demokrasi dari berbagai kalangan. Selain itu forum ini juga akan merumuskan pengejawantahan konsep One Humanity, One Destiny, One Responsibility sebagai filosofi dasar multikulturalisme.

“WPF-4 2012 kali ini menekankan pada pentingnya konsolidasi demokrasi multikultural,” ujar Din.

Dari 150 tokoh yang jadwalkan bakal hadir, sebanyak 48 tokoh dari 21 negara akan dipastikan mengikuti. Even ini, kata Din, mampu mempertemukan tokoh-tokoh dari berbagai kalangan. Sehingga level pertemuan sebagai wadah lintas perdamaian dengan pola pendekatan dari sisi pemegang kebijakan, rohaniwan, pebisnis, hingga media.

Islam Bukan Agama Teroris


Ratusan pelajar dan anggota organisasi masyarakat (ormas) di Kabupaten Cianjur, menghadiri diskusi dengan tema Islam Bukan Agama Teroris, Kamis (22/11/2012). Kegiatan yang digagas Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al I’anah Cianjur itu dipusatkan di Gedung Juang 45.

Hadir sebagai pembicara, Guru Besar Fakultas Hukum dan Syariah UIN Bandung Tajul Arifin, Ketua DPP Gerakan Reformis Islam (Garis) Chep Hernawan, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cianjur Ahmad Yani, serta Sardjono Kartosoewirjo (putra bungsu pendiri DI/TII, SM Kartosoewirjo).

Ketua pelaksana kegiatan Iman Sulaiman mengatakan, kegiatan tersebut digelar dalam rangka memberikan pemahaman makna jihad yang benar kepada kalangan muda. Pasalnya, saat ini penyalahgunaan makna jihad membuat Islam dinilai sebagai agama teroris.

“Kita hadirkan para narasumber yang berkompeten di bidangnya. Sasaran kita memang kalangan muda agar mereka tidak terpengaruh dengan pemaknaan jihad yang negatif,” tutur Iman.

Seusai diskusi, para narasumber menandatangani sebuah kesepakatan yang menyangkut hasil diskusi tersebut. Salah satunya pengertian jihad.

“Ada beberapa poin yang kita sepakati bersama, di antaranya soal pengertian jihad. Dalam poin tersebut disebutkan, jika jihad merupakan berjuang dengan sungguh-sungguh sesuai dengan syariat Islam. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama, yakni menegakkan agama Allah dengan cara-cara yang sesuai dengan Alquran dan Sunah,” jelasnya.

Iman berharap kegiatan tersebut dapat membuka pemahaman kepada umat Islam, khususnya kalangan generasi muda, mengenai makna jihad, serta perbedaannya dengan terorisme. “Tujuannya, memberikan pemahaman sekaligus menegaskan bahwa Islam bukan teroris,” tandasnya.

Senin, 19 November 2012

Peneliti: Faktor Kekerabatan Basis Pendukung Perkembangan Ormas


Faktor kekerabatan merupakan basis pendukung utama perkembangan oraganisasi kemasyarakatan di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan peneliti Jepang yang banyak melakukan penelitian mengenai organisasi keislaman di Indonesia, Mitsuo Nakamura. “Muhammadiyah dan NU ialah contohnya,” kata dia saat menghadiri bedah buku karyanya yang dicetak ulang pada tahun ini dengan berbagai detail baru berjudul ‘The Crescent Arises Over The Banyan Tree : A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town 1910-2010’, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu, 17/11/2012.

Pakar studi Islam di Indonesia dari Universitas Chiba Jepang tersebut mengatakan meski Muhammadiyah berkembang sebagai organisasi keagamaan yang bervisi modern, hubungan kekeluargaan tetap menjadi pendukung utama perkembangan pesat organisasi itu. Faktor yang biasanya banyak dipakai organisasi bercorak tradisional tersebut, kata dia, benar-benar membantu Muhammadiyah bisa bertahan membawa ide-ide penafsiran agama yang menghadapi tantangan benturan dengan nilai-nilai tradisi lokal mayoritas masyarakat Jawa.

“Aspek kekeluargaan memainkan peran penting untuk perluasan pengaruh Muhammadiyah hanya dalam waktu beberapa puluh tahun saja,” ujar antropolog senior berusia 79 tahun itu saat memaparkan sebagian hasil kajian etnografinya mengenai Muhammadiyah yang terfokus di area sekitar kawasan Kotagede, Yogyakarta itu.

Nakamura mengatakan afiliasi kekerabatan terbukti mendukung proses penguatan banyak organisasi keagamaan di Indonesia, khususnya yang memiliki akar kelahiran di Jawa. Menurut dia hal ini juga mendukung berhasilnya sejumlah ormas, seperti Muhammadiyah dan NU, menjadi bagian dari basis utama pembentukan masyarakat madani di Indonesia pasca kemerdekaan. “Hingga kini, pengaruh sejumlah ormas seperti ini dalam mendukung demokratisasi juga penting,” ujar dia.

Nakamura merupakan peneliti masyarakat muslim Indonesia yang hingga kini di masa senjanya masih memiliki kedekatan khusus dengan banyak komunitas organisasi keagamaan terutama seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Dia mengaku sampai sekarang masih suka menghadiri banyak acara pertemuan skala nasional yang diadakan oleh ormas-ormas itu.

Diduga Mengajarkan Aliran Sesat, Kelompok Pengajian Bentrok dengan Warga

Kelompok pengajian Tengku Aiyub Syakubat bentrok dengan warga di Desa Jambo Dalam, Plimbang, Bireun, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu, 17 November 2012. Akibatnya, tiga orang tewas dan sedikitnya sepuluh orang terluka.

Bentrokan yang memakan korban jiwa ini dipicu lantaran warga curiga Tengku Aiyub sesat karena tak pernah datang ke masjid, membangun jemaah sendiri, dan mengumpulkan orang-orang hingga pagi di rumahnya.

Tiga korban tewas adalah pemimpin pengajian, Tengku Aiyub, 50 tahun; santrinya, Muntasir; serta seorang warga, Mansur, 35 tahun. Tengku Aiyub dan santrinya tewas dalam keadaan terluka dan terbakar. Adapun Mansur merupakan warga Desa Lancok, Plimbang, Bireuen. Sepuluh korban luka bacok saat ini dirawat di Puskesmas Jeunib dan Rumah Sakit Fauziah, Bireuen.

Menurut Wakil Majelis Permusyawaratan Ulama Bireuen Tengku H. Jamaluddin Idris menegaskan, kegiatan pengajian Tengku Aiyub bukan mengajarkan aliran sesat. Kesimpulan ini merupakan hasil persidangan melibatkan majelis ulama, muspida, plus Kabupaten Bireuen pada tahun lalu.

Meskipun demikian Majelis Permusyawaratan Ulama akan menguji kembali aliran Tengku Aiyub. “Waktu itu belum kami temukan aktivitas Tengku Aiyub sesat,” kata Jamaluddin Idris. “Keputusan sesat atau tidak harus dipelajari menyeluruh, tidak sembarangan” tambahnya.

Senin, 12 November 2012

Indonesia Contoh Demokrasi Negara Berkembang


Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak menyatakan  Indonesia merupakan contoh yang menginspirasi demokrasi bagi negara-negara berkembang dan menjadi model bagi demokrasi Islam.

“Untuk hal itu, demokratisasi Indonesia dipuji sebagai bukti nyata bahwa demokrasi lebih baik dari pada kediktatoran dan kekerasan dalam menjamin kesejahteraan serta keamanan dan menjamin kebebasan beragama maupun hak azasi wanita,” kata Presiden Lee Myung-bak dalam pidatonya pada pembukaan “Bali Democracy Forum” (BDF) V di Nusa Dua, Bali, Kamis.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mampu membawa demokrasi Indonesia dan menciptakan harmoni kepada masyarakat.

Menurut dia, 20 tahun lalu banyak kalangan menilai, Indonesia sulit menjadi negara yang demokratis. Namun kenyataannya, Ia mengatakan Indonesia mampu keluar dari konflik politik dan sosial yang awalnya sulit untuk dikendalikan, dan kini menjelma menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan kondisi demokrasi yang cukup stabil. “Apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia mendukung demokrasi sebagai sistem politik,” ujar Lee.

Sementara itu memasuki tahun kelima BDF, lanjut Lee Myung-bak, forum politik dan demokrasi tahunan itu telah menempatkan demokrasi sebagai agenda strategis dalam perkembangan di abad 21 ini.

Ia mengemukakan bahwa, prospek demokrasi di Asia pada abad ini telah tumbuh dengan semangat yang besar untuk membangun demokrasi yang lebih matang.

Lee menyebutkan, kemajuan yang dialami salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yakni Myanmar yang kini tumbuh dengan demokratisasi melalui pemilihan umum yang dinilainya demokratis tahun 2012.

Dia mengatakan bahwa, salah satu tema yang diangkat dalam BDF kali ini sangat tepat yakni mengenai isu hak azasi manusia. “Pemerintahan yang lebih transparan, pemilu yang demokratis, penegakan hukum yang jelas, perlindungan hak wanita dan kaum minoritas serta toleransi kebebasan beragama merupakan tren yang amat besar tahun ini,” ungkapnya.

Korea Selatan pada BDF V kembali menjadi ketua pendamping atau “co-chair” bersama dengan Australia.

Forum politik dan demokrasi ini dihadiri ribuan delegasi dari 83 negara di kawasan Asia Pasifik dan dihadiri sembilan kepala negara dan kepala pemerintahan di antaranya Indonesia, Korea Selatan, Australia, Timor Leste, Iran, Papua Nugini, Afganistan, Turki, Brunei Darussalam, serta dua wakil kepala pemerintahan dari Singapura dan Nepal.

Semangat Jihad Kerap Disalahgunakan


Dewasa ini, semangat jihad kerap disalahgunakan oleh kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab. Kelompok ini selalu mengidentikan jihad dengan qital. Wacana ini mengemuka dalam bedah buku berjudul “Jaihad Paling Syar’I” yang digelar PC GP Ansor di Surabaya.

Hadir dalam bedah buku tersebut penulis buku “Jihad Paling Syar’I” Gugun el Guyani dan Riyadi Ngasiran dari Lesbumi NU.

Menurut Gugun el Guyani, semangat jihad banyak diartikan dengan perbuatan anarkis untuk memerangi sesuatu yang tidak perlu. Padahal, Revolusi Jihad yang dikeluarkan ulama pada perang kemerdekaan (10 November 1945) memiliki relevansi dengan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) oleh Ir Soekarno dan Bung Hatta, kata Gugun, para ulama NU telah lama menggelorakan perlawanan terhadap kaum penjajah di negeri ini. “Saya bisa katakan bila dalam kurun waktu 67 tahun lebih, sejarah yang dipelajari masyarakat Indonesia adalah salah fatal. Namun semangat itu kemudian disalahgunakan kelompok-kelompok tertentu untuk memerangi orang atau kelompok yang tidak sepaham,” ungkapnya.

Karena itu, kata dia, spirit jihad NU perlu dikobarkan kembali di tengah rapuhnya kedaulatan bangsa sehingga maka kolonialisasi gaya baru yang belakang muncul di tanah air dapat dicegah.

Ketua Panitia Bedah Buku, H Hasyim Asyari mengatakan, pada dekade tahun 2000 terdapat banyak aliran yang menyalahgunakan makna dan maksud kata jihad. Padahal, kata dia, jika penempatan jihad itu salah akan memiliki efek negatif yang luar biasa. Masyarakat bisa seenaknya melakukan jihad dengan mengatasnamakan agama.

“Jihad yang dimaksudkan oleh NU beda dengan jihadnya para teroris. Hal inilah yang akan dikupas dalam buku resolusi jihad paling syari siang ini,” kata pria yang juga menjadi Wakil Ketua GP Ansor Surabaya itu

27 Ormas Pemuda Deklarasikan Sulut Bebas Teroris


Ribuan pemuda dari sekitar 27 organisasi pemuda di Sulawesi Utara bertekad menjaga daerah Sulawesi Utara bebas dari teroris. Kesepakatan itu tertuang dalam Deklarasi Pemuda Sulawesi Utara yang dibacakan oleh Ketua Relawan Sulut Nyaman (RSN) Kota Manado, Evans Steven Liow di lapangan Koni Sario, Kamis (8/11/2012).

Deklarasi itu dibacakan di hadapan para pejabat Sulawesi Utara dan ribuan relawan dari hampir semua kabupaten/kota di Sulut. Dalam kesepakatan itu, pemuda Sulut sepakat untuk membebaskan Sulut dari teroris; bertekad tidak mengonsumsi minuman beralkohol dan akan terus mengampanyekan program “Brenti Jo Bagate”, serta menjadi pelopor tertib berlalu lintas.

Kapolda Sulut Brigjen Dicky Atotoy memberi apresiasi yang tinggi terhadap Relawan Sulut Nyaman karena telah mampu mengangkat isu aktual yang selama ini selalu menjadi akar permasalahan hukum dan kriminalitas.

Sementara itu, Gubernur Sulut Dr Sinyo Harry Sarundajang dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten I Setprov Meki Onibala mengatakan, deklarasi Sulut bebas teroris ini menunjukkan tekad yang kuat dari pemuda Sulut yang merupakan bagian integrasi masyarakat untuk berkontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.

Kegiatan deklarasi itu juga ditandai dengan penandatanganan spanduk sepanjang 50 meter oleh seluruh perwakilan masyarakat yang hadir, termasuk unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah. Setelah menyatakan kesepakatan, ribuan relawan kemudian melakukan konvoi melewati jalan utama Kota Manado dari lapangan Koni Sario tempat berlangsungnya deklarasi menuju kawasan Mega Mas. 

Wawasan Keagamaan Sempit, Suburkan Paham Radikal


Belum lenyapnya aksi-aksi kekerasan atas nama agama di negeri ini akan sangat membahayakan kelanggengan NKRI jika dibiarkan secara berlarut-larut.  Sangat paradoks, agama yang seharusnya membawa kedamaian, cinta dan berkah ilahi kepada seluruh makhluknya, diselewengkan oleh segelintir pihak menjadi teror.

Menurut Direktur Pais Dirjen Pendis Kementrian Agama, Amien Haedari, Islam itu tidak mengenal kekerasan. Bahkan dalam sejarah, nabi Muhammad pernah dilempari batu oleh masyarakat yang tidak menyukainya, namun beliau tidak membalasnya. Sebenarnya jika Muhammad SAW meminta untuk dimusnahkan suatu kaum yang menganiayanya, maka itu bukanlah perkara sulit. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Muhammad SAW, bahkan mendoakan kaum tersebut agar diberi petunjuk.

Persoalan kekerasan atas nama agama yang terjadi, menurut Amien Haedari, lebih bersumber pada rendahnya wawasan umat sehingga sangat mudah terprovokasi. Untuk itu penting untuk semua pihak mengembangkan dan meningkatkan wawasan sedemikian hingga masyarakat semakin berpikir secara dewasa.

“Kementrian agama sendiri telah melakukan berbagai macam program dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitasan wawasan keagamaan untuk masyarakat luas. Terutama melalui program yang ditujukan pada para pengakar, pendidik dan para da’i”.

Membela Tanah Air adalah Jihad


Sejak memasuki era reformasi, mulai bermunculan kelompok-kelompok yang giat bergerak mengatasnamakan Islam dan ingin mengganti dasar negara menjadi Negara Islam. Padahal, dalam proses panjang dan berdarah-darah untuk memperjuangan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tak terlepas dari peran besar para ulama.

Yang sangat disayangkan karena fakta ini tak dicatat oleh sejarah resmi. Terutama peran besar mereka dalam perang perlawanan pada 10 November 1945, yaitu dengan lahirnya resolusi fatwa jihad perang mempertahankan negara. Karena itu, fakta tersebut perlu digali kemudian diangkat kembali ke pentas nasional.

Upaya tersebut  ditandai dengan didirikannya Monumen Resolusi Jihad Fii Sabilillah NU di Surabaya, pada 22 Oktober 2011 lalu di Gedung PCNU Kota Surabaya.

Upaya ini diharapkan menjadi simbol penggalian api sejarah perjuangan rakyat Indonesia, yang dipelopori para ulama dan kaum santri, dan mengingatkan semangat dan makna jihad yang benar-benar syar’i,  yakni  membela Tanah Air merupakan bagian dari iman.

“Dengan demikian, masyarakat  khususnya generasi muda, mendapatkan peta sejarah yang sempurna bagaimana ulama berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bahwa membela tanah air itu bagian dari iman dan benar-benar syar`i sifatnya,” cetus Riadi Ngasiran, yang menjadi pelaksana dan penggali data pendirian Monumen Resolusi Jihad di kantor PCNU Surabaya.

Berkat  lahirnya Resolusi Jihad yang dirumuskan di gedung PCNU Kota Surabaya, sambung Riadi, rakyat di seluruh lapisan, dan tentara memperoleh dukungan moral yang luar biasa melawan para penjajah. Dan tak kurang para ulama berbagai dari organisasi sosial Islam seperti Nahdhatul Ulama (NU), Masyumi, maupun Muhammadiyah, turun gunung melawan habis-habisan.

“Bung Tomo selaku ketua Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), ketika memobilisasi kekuatan rakyat, beliau meminta dukungan spiritual dari Hadlratussyeikh Hasyim Asyari yang saat itu sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama,” tegas Riadi.

Harapan besar dari proyek penggalian fakta terlupakan ini,  terang Riadi yang juga ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) itu,  bisa dimasukkan dalam rangkaian Sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dalam kurikulum sejarah, di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan secara umum di Indonesia.

Senin, 15 Oktober 2012

Korban Bom Bali Giat Tebarkan Pesan Perdamaian


Hayati Eka Laksmi, Janda Korban Bom Bali I,
bersama kedua putranya yang menjadi
 yatim akibat aksi teror tersebut.
Keluarga korban dan korban selamat (survivor) dalam peristiwa bom Bali 12 Oktober 2002 giat menyebarkan pesan perdamaian menjelang peringatan 10 tahun ledakan bom yang menewaskan 202 orang tersebut.

Hayati Eka Laksmi (42 tahun) janda Imawan Sahardjo, korban tewas dalam tragedi teror itu menerangkan, pesan perdamaian itu disampaikan agar tidak ada lagi korban kekerasan.

“Yang namanya kampanye perdamaian adalah belajar untuk survive.  Kita sampaikan kepada pelaku, cukup kita yang merasakan kehilangan anak-anak, suami, atau istri yang kita cintai. Cukup anak-anak kita yang menjadi yatim massal,” jelas Eka.

Ketika peristiwa bom 2002 terjadi, Eka merupakan ibu rumah tangga, dengan dua putra berusia dua dan tiga tahun. Suaminya ketika itu melintas di kawasan Kuta, tak jauh dari mobil yang membawa bom yang meledak.

Setelah peristiwa itu sekitar 22 orang keluarga korban membentuk komunitas Isana Dewata, untuk mewadahi Istri, Suami, dan Anak korban Bom Bali. Di situ mereka saling mendukung dan  menguatkan setelah ditinggal keluarganya.

“Saat itu ada 22 orang yang kehilangan istri dan suami, 19 orang di antaranya ibu rumah tangga, dan ada 47 anak yang menjadi yatin ataupun piatu,” jelas Eka.

Eka mengatakan hampir seluruh perempuan yang suaminya menjadi korban bom Bali 2002 , merupakan ibu rumah tangga, sehingga kehilangan sumber mata pencaharian.

Hingga kini Eka menyimpan pertanyaan kepada para pelaku, “Jika berkesempatan bertemu, saya ingin mengajukan pertanyaan apa alasan mereka melakukan itu? Jihad itu bukan seperti yang mereka pahami, mereka malah membuat anak-anak menjadi yatim dan bahkan sebagian besar korban justru umat Muslim,” kata Eka.

Seorang korban selamat bom Bali I, Yayuk, menganggap kejadian yang menimpanya sebagai garis Tuhan. Guratan bekas luka bakar yang menempel di wajah, paha, dan lengannya adalah pengingat paling jelas atas tragedi tersebut.

“Tidak ada gunanya merasa rendah diri. Saya menerima saja kondisi ini. Mungkin ini yang digariskan oleh Tuhan kepada saya,” jelas Perempuan asal Jember ini.

Anggota Isana Dewata ini mengaku sempat dilanda kemarahan terhadap para pelaku. Tetapi pendeta menasehatkan kepadanya agar tidak memendam dendam kepada siapa pun. Hingga akhirnya ia bisa berlapang dada atas musibah tersebut.

Ketika ledakan terjadi, Yayuk berada di Paddy’s cafe bersama dengan rekannya. “Ketika itu gelap, dan kayak ada bola api seperti bola pimpong, dan saya terpental di antara tubuh-tubuh orang,” kata dia.

Kemudian, Yayuk diselamatkan oleh seseorang dan dibawa ke RS Sanglah, dan sempat dirawat selama tiga hari di ruang perawatan intensif sebelum dirujuk ke sebuah rumah sakit di Australia.

Sementara Ayu Sila Prihana Dewi, mantan karyawan Sari Club Kuta, yang menderita luka bakar di bagian lengan, mengaku hanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk pulih dari trauma, karena mengikuti konseling psikologis, dan kemudian bekerja di tempat yang sama

“Sempat ditanya bagaimana perasaannya, apakah dendam, saya bilang dendam juga rugi apakah bisa mengembalikan kondisi tangan saya dan teman-teman yang sudah meninggal, dendam juga tak ada artinya kan?”

Ayu pun pernah ke Aceh untuk membantu memulihkan trauma yang dialami para korban selamat tsunami.

“Ya meski musibahnya berbeda tetapi lebih mudah bicara dengan orang yang pernah mengalami musibah juga,” kata Ayu.

Sumber: BBC

Bahaya Laten Menyebarnya Virus Ideologi Radikal


Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia kerap dipicu oleh faktor ideologi. Penyebaran ideologi radikal yang dilandasi rasa benci dan merasa dirinya paling benar menjadi ancaman ketenteraman masyarakat Indonesia yang hidup damai dalam keberagaman.

Penyebaran ideologi radikal seperti virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Siapa saja yang terinfeksi virus tersebut, ia akan mengalami masalah pada ketahanan tubuhnya. Begitu juga seseorang yang terinfeksi virus ideologi radikal. Saat virus radikal bersemayam dalam pemikiran seseorang, ia akan dikendalikan oleh ideologi tersebut. Tak heran jika mereka yang terinfeksi virus radikal menjadi kalap dan menghalalkan segala cara untuk menggapai tujuannya, seperti melakukan pengeboman dan bom bunuh diri.

Meski demikian, di Indonesia orang yang memiliki pemikiran radikal bebas berkeliaran, bahkan bebas mengekspresikan idenya. Karena hukum yang berlaku di Indonesia hanya bisa menangkap dan memperoses pelaku aksi terorisme, bukan mereka yang memiliki paham sama seperti mereka.

“Ini uniknya di Indonesia. Di sini hanya bisa menangkap pelaku yang terlibat dalam aksi terorime, sedangkan yang hanya sekedar mempunyai pemikiran atau wacana seperti itu tidak bisa ditangkap,” kata pengamat terorisme, Nasir Abas pada Lazuardi Birru, di Jakarta, Rabu, 10/10/2012.

Menurut mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), di Indonesia kalau pun seseorang memiliki pemikiran dan setuju dengan aksi terorisme, namun mereka belum tentu bersalah. “Mungkin itulah keterbatasan pengetahuan mereka sehingga mereka menyatakan setuju dengan aksi-aksi bom tersebut,” kata Nasir.

Karena itu, lanjut Nasir, menjadi penting bagi semua pihak untuk memfilter informasi dan pemikiran yang berkembang agar tidak tersusupi virus ideologi radikal yang bisa membahayakan ketenteraman masyarakat Indonesia yang beragam. Selain itu, diperlukan juga pemikiran kritis agar tidak mudah terpengaruh pemikiran radikal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Berpikir Kristis, Benteng Remaja Hindari Pengaruh Terorisme

Para remaja sedang tanda tangan seruan damai saat
peringatan Bom Bali II, Bali, 1/10/2012

Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abbas mengatakan, saat remaja merupakan sasaran rekrutmen terorisme. Mereka biasanya direkrut unutk menjadi martir bom bunuh diri, seperti yang dialami Dani Dwi Permana (17 tahun). Selain itu, kasus terorisme terakhir yang terjadi di Solo juga dilakukan oleh remaja belasan tahun.

Untuk meminimalisir dan menghindarkan remaja terlibat dalam aksi terorisme tersebut, Nasir Abas mengajak semua elemen untuk melakukan upaya preventif agar aksi terorisme tidak lagi terjadi. Dan remaja sebagai generasi bangsa bisa terselamatkan dari infeksi virus radikal yang mengarah pada aksi teror.

“Cara yang efektif untuk menghindari atau memerangi terorisme adalah dengan memberikan pelatihan kepada para remaja,” kata Nasir pada Lazuardi Birru, di Jakarta, Rabu, 10/10/2012.

Menurut Nasir, pola rekrutmen terorisme saat ini cenderung membidik generasi muda lantaran mereka masih dianggap labil dan mudah dipengaruhi. Sehingga dengan doktrin tertentu dan iming-iming masuk surga, mereka mau melakukan aksi tersebut. “Para pelaku terorisme mengincar anak-anak muda yang gampang dicuci otaknya untuk menjadi seorang teroris karena mereka masih labil dan mudah dipengaruhi,” imbuhnya.

Karena itu, lanjut Nasir, keterlibatan seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan. Selain itu, kata Nasir, LSM dan para alim ulama juga harus berperan serta melakukan kegiatan pelatihan dengan berkerja sama pihak aparat keamanan sehingga terjadi sinergi dimasyarakat. “Namun yang paling penting adalah peran orangtua dalam mengawasi segala kegiatan anaknya di luar rumah,” demikian Nasir menjelaskan.

Menurut dia, kita tidak bisa menghindari keterlibatan remaja dalam menghadiri acara-acara pertemuan,  acara kumpul-kumpul atau acara lain yang kerap diikuti oleh para remaja. “Kita mengharapkan agar para remaja tersebut berfikiran terbuka atau bijaksana dan mencari ilmu sebanyak mungkin. Tanpa dengan terburu-buru menerima atau menyetujui suatu paham atau pendapat tersebut,” ungkapnya.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Pola Baru Teror: Membakar Hutan


Kebakaran hutan hebat tiba-tiba terjadi di beberapa negara di Eropa hingga mengakibatkan kerugian besar dan memakan korban jiwa. Pemerintah Rusia mengatakan ada keterlibatan jaringan teroris Alqaeda dalam bencana ini.

Kantor berita Rusia RIA Novosti, pada Rabu (3/10) memberitakan, Kepala Badan Keamanan Federal Rusia Alexander Bortnikov mengatakan bahwa pembakaran hutan kini menjadi salah satu metode serangan kelompok teroris ini. Selain mudah, menyerang dengan cara ini juga sangat murah.

“Perlu dicatat bahwa membakar hutan di negara-negara Uni Eropa adalah strategi baru Alqaeda yang dikenal dengan nama ‘pembunuhan seribu’. Strategi ini memungkinkan Alqaeda untuk menciptakan kerusakan ekonomi dan moral yang besar tanpa perlu persiapan teknis sebelumnya ataupun biaya yang besar,” Bortnikov.

Tuduhan ini tidak sembarangan. Bortnikov menjelaskan bahwa beberapa situs ekstremis kini menyerukan dilancarkannya “jihad hutan”. Dalam situs-situs itu, kata dia, juga diajarkan cara terbaik dan termudah dalam melakukan pembakaran.”Sulit bagi kami untuk mencari dan mengadili pelakunya,” ujarnya.

Kebakaran hutan telah menjadi insiden tahunan di Eropa dalam beberapa bulan terakhir. Negara yang sering terkena bencana ini adalah Spanyol, Italia, Portugal, Montenegro, Yunani, dan Serbia.

Menurut Sistem Informasi Kebakaran Hutan Eropa Agustus lalu, tahun ini kebakaran hutan terjadi lebih dini dibanding tahun sebelumnya. Dilaporkan lahan seluas 100.000 hektar telah hangus terbakar pada akhir Maret lalu.

Simulasi Antiteror Warnai Peringatan HUT TNI


Atraksi penumpasan kawanan teroris oleh pasukan TNI Antiteror mewarnai rangkaian Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-67 TNI  yang dipusatkan di lapangan upacara Markas Danlantamal IX Halong, Ambon, Maluku, Jumat (5/10/2012).

Di dalam atraksi tersebut digambarkan sejumlah kawanan teroris tengah menyandera salah satu pejabat Maluku dan mencoba mengacaukan situasi dan stabilitas di Maluku.

Kawanan teroris yang berjumlah sekitar 20 orang ini tampak dilengkapi dengan senjata lengkap. Dengan kemampuan tinggi dibekali strategi jitu, tiba-tiba puluhan pasukan TNI Antiteror dengan sigap dari arah laut langsung mengepung kawanan teroris dan berhasil melumpuhkannya.

Sempat terjadi baku tembak antara kawanan teroris dan pasukan Antiteror TNI. Namun, dengan sigap dan tangkas, pasukan Antiteror TNI mampu menumpas kawanan teroris dan berhasil membebaskan pejabat Maluku yang disandera dalam keadaan selamat.

Upacara HUT Ke-67 TNI  di Ambon dipimpin langsung Pangdam XVI Pattimura Mayjen Suharsono. Hadir dalam acara tersebut sejumlah pejabat penting di Pemerintah Provinsi Maluku, pejabat Kodam XIV Pattimura, pejabat Kepolisian Daerah Maluku, tokoh masyarakat, dan sejumlah undangan lainnya.

Kamis, 04 Oktober 2012

Simulasi Penanganan Teroris Warnai Kunjungan Komisi III DPR di Polda Bali


Serentetan suara tembakan kemudian disusul ledakan terjadi di halaman Mapolda Bali, Denpasar, Bali, Kamis (4/10/2012). Kehebohan itu mewarnai kedatangan rombongan Komisi III DPR RI di Mapolda Bali. Tembakan dan ledakan itu adalah bagian dari simulasi penanganan teroris yang diperagakan jajaran Polda Bali di halaman Mapolda Bali ketika Komisi III DPR berkunjung ke Mapolda Bali.

Tembak menembak dilakukan ketika tim Polda melumpuhkan beberapa tersangka teroris yang juga bersenjata api sementara ledakan terjadi ketika tim Gegana Brimob Polda Bali menjinakkan benda yang diduga bom. Keberadaan teroris itu, seperti diterangkan pengantar acara, diketahui dari tertangkapnya penjambret oleh polisi pariwisata Bali. Dari hasil pemeriksaan tersangka penjambret itu, polisi mendapat informasi sekelompok orang yang diduga teroris bersembunyi di sebuah rumah. Polisi kemudian mengawasi rumah persembunyian teroris sebelum menggerebek rumah itu. Selanjutnya, terjadilah baku tembak dan ledakan itu.

Komisi III DPR RI, yang dipimpin Ketua Komisi III Gede Pasek Suardika, melakukan kunjungan kerja spesifik ke Polda Bali sebelum melanjutkan kegiatan kunjungannya ke Kantor Imigrasi di Denpasar dan ke Pelabuhan Padangbai, Karangasem, pada hari ini.

Urgensi Pengawasan Media-Media Corong Radikalisme dan Terorisme


Pada dasarnya teknologi bersifat netral. Artinya eksistensi teknologi dalam kehidupan manusia dapat diarahkan pada tujuan apapun. Jika pengguna teknologi berniat untuk tujuan positif maka teknologi dapat menjadi piranti yang bermuatan baik. Namun sebaliknya jika tujuan negatif diniatkan maka teknologi dapat dengan seketika berwajah seram.

Dalam perkembangan teknologi berbasis informasi misalnya, ekses negatif kerap membonceng sedemikian hingga eksistensi teknologi tersebut tampak begitu buruk. Penyebaran informasi yang terkait dengan ideologi atau paham keagamaan radikal dan teror adalah salah satu bentuk patologi atas teknologi.

Untuk itu perlu pengawasan dari negara atas konten-konten yang membawa dampak buruk pada kehidupan masyarakat. Terutama dalam hal ini adalah paham keagamaan radikal dan teror yang terus saja menjadi hantu bagi kedamaian negeri ini.

Terkait dengan hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi radio dakwah agar isi siarannya tidak memprovokasi perbedaan kerangka berpikir umat Islam. ”Kalau melanggar itu, tolong ditindak,” kata Sekretaris Umum MUI Jawa Barat, Rafani Akhyar.

Sumber: Tempo.co

Rabu, 03 Oktober 2012

Umat Islam Harus Bersatu Antisipasi Terorisme


Umat Islam harus kuat dan bersatu untuk mengantisipasi ancaman terorisme yang mungkin saja terjadi. Hal tersebut diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Prof Defri Karya. “Sekarang ini ada kelompok tertentu yang ingin melemahkan Islam sehingga umatnya harus bersatu,” kata dia saat berbicara dalam pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam, di Palembang, Selasa (2/10).

Pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam ke-13 di Palembang antara lain diikuti utusan Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam dan tuan rumah Indonesia.

Lebih lanjut, dia mengatakan, bahkan ada kelempok tertentu yang ingin menyatakan Islam itu radikal. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut Islam harus kuat dan bersatu.

Bahkan, kata dia, bila perlu ada model tersendiri bahwa Islam tidak terkait sama sekali dengan teroris. Jadi tunjukan Islam sebenarnya, sehingga tuduhan Islam identik dengan radikalisme dan teroris tersebut tidak ada sama sekali.

Sebelumnya Rektor IAIN Raden Fatah Palembang Prof Aflatun Muchtar mengatakan, sekarang ini Islam identik dengan radikalisme dan teroris. Oleh karena itu melalui pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam di Palembang ini diharapkan Islam semakin kuat. Pertemuan itu dibuka langsung Presiden Dunia Melayu Dunia Islam Datuk Seri Haji Mohd Ali Bin Mohd Rustam dan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin.

Sumber: Republika

Senin, 24 September 2012

Total 8 Terduga Teroris Jaringan Thoriq Ditangkap di Solo

Ilustrasi Penangkapan Teroris

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jendral (Pol) Boy Rafli Amar mengungkapkan, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri telah menangkap hidup 8 terduga teroris di Solo, Jawa Tengah. Para terduga teroris yang terkait jaringan M. Thoriq tersebut ditangkap di tempat yang berbeda.

“Hingga Sabtu pagi, polisi dapat membekuk BH (45) dan RK (45). Setelah memeriksanya, polisi dapat menangkap YP (60), FN (18), BN (24), K (43), IV (35), dan N (46),”ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta, seperti dilansir laman Kompas, Sabtu (22/9/2012).

Boy menerangkan, RK alias Rudi Kurnia Putra adalah warga Makam Bergulo RT 03 RW 07, Serengan, Surakarta, ditangkap Jumat (21/9/2012) malam di depan Solo Square saat turun dari bus asal Cilacap.

Sedangkan BH alias Baderi Hartono adalah warga Griyan RT 05 RW 10 Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Surakarta, ditangkap pada Sabtu subuh di jalan di dekat rumahnya. Sedangkan keenam terduga teroris lainnya ditangkap Sabtu siang di tempat berbeda di wilayah Surakarta.

“Di kediaman BH ditemukan sebelas detonator, bahan kimia, belerang, bahan-bahan campuran untuk bom dan buku jihad. Di lokasi penggerebekan enam terduga teroris lainnya yang ditangkap siang tadi telah dilakukan penggeledahan dan ditemukan bom cair, Nitroglycerin, 4 bom pipa aktif, serta bahan campuran untuk bom,” tambahnya.

Boy menjelaskan, RK termasuk kelompok teroris yang bertanggung jawab atas penemuan bahan ledakan di Bojong Gede , dia direkrut dan dilatih di Poso. Menurutnya, RK menyimpan 3 bom di rumahnya yang disiapkan untuk mengebom polisi.

Sedangkan, BH sebagai amir kelompok teroris terkait dengan RK dan menyimpan 11 detonator dan bahan kimia pembuat bom dirumahnya. Menurut Boy, dugaan awal dari tujuan 8 terduga teroris tersebut adalah aksi pengeboman pada berbagai fasilitas Polri.

M. Thoriq adalah pemilik material bom yang ditemukan warga di rumahnya di Tambora, Jakarta Barat pada 5 September 2012 dan akhirnya menyerahkan diri ke Pos Polisi Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, pada 9 September 2012. Thoriq juga terkait dengan ledakan di Jalan Nusantara, Beji, Depok, Jawa Barat, pada 8 September 2012.