Jumat, 01 Juni 2012

Bom Bunuh Diri, Jihadkah?


Kaum muslimin –semoga Allah menjaga aqidah kita dari kesalahpahaman- sesungguhnya menunaikan jihad dalam pengertian dan penerapan yang benar termasuk ibadah yang mulia. Sebab Allah telah memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad melawan musuh-musuh-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, dan bersikaplah keras kepada mereka…” (QS. At-Taubah: 9). Karena jihad adalah ibadah, maka untuk melaksanakannya pun harus terpenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas dan (2) sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah fenomena pengeboman yang dilakukan oleh sebagian pemuda Islam di tempat maksiat yang dikunjungi oleh turis asing yang notabene orang-orang kafir. Benarkah tindakan bom bunuh diri di tempat semacam itu termasuk dalam kategori jihad dan orang yang mati karena aksi tersebut -baik pada saat hari-H maupun karena tertangkap aparat dan dijatuhi hukuman mati- boleh disebut orang yang mati syahid?
Bom Bunuh Diri Bukan Jihad
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun bunuh diri tanpa sengaja maka hal itu diberikan udzur dan pelakunya tidak berdosa berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja akan tetapi (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5). Dengan demikian aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatasnamakan jihad adalah sebuah penyimpangan (baca: pelanggaran syari’at). Apalagi dengan aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslimin tanpa alasan yang dibenarkan syari’at.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’: 33)
Membunuh Muslim Dengan Sengaja dan Tidak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga alasan: [1] nyawa dibalas nyawa (qishash), [2] seorang lelaki
beristri yang berzina, [3] dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad).” (HR. Bukhari  Muslim)
Beliau juga bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa alasan yang benar.” (HR. Al-Mundziri, lihat Sahih At-Targhib wa At-Tarhib). Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar.
Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92). Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri, maka ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad.
Membunuh Orang Kafir Tanpa Hak
Membunuh orang kafir dzimmi, mu’ahad, dan musta’man (orang-orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslim), adalah perbuatan yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan pemerintah
kaum muslimin) maka dia tidak akan mencium bau surga, padahal sesungguhnya baunya surga bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (HR. Bukhari).
Adapun membunuh orang kafir mu’ahad karena tidak sengaja maka Allah mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat dan kaffarah sebagaimana disebutkan dalam ayat (yang artinya), “Apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang menjadi musuh kalian (kafir harbi) dan dia adalah orang yang beriman maka kaffarahnya adalah memerdekakan budak yang beriman, adapun apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang memiliki ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka (kafir mu’ahad) maka dia harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan budak yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut supaya taubatnya diterima oleh Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

 by.Muslim.Or.Id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar