Kamis, 26 Juli 2012

CORET RADIKALISME DAN TERORISME DI BUMI PERTIWI INI

Membuka pikiran lebih lebar, kita dapat melihat bahwa kesamaan para radikalis bukanlah status ekonominya. Kesamaan mereka terletak dalam cara melihat dunia: hitam-putih, intoleran terhadap ambiguitas. Teroris dan terorisme jelaslah berbeda. Hanya saja pelaku terorisme tersebut dinamakan teroris. Kebejatan mereka yang menyalahgunakan arti penting kandungan dalam kitab suci Al-qur’an. Bagi teroris, setiap ayat yang disitir semakin meyakinkan mereka akan ketidakmungkinan pemimpinnya untuk salah. Pikiran inilah yang akan membuat masyarakat yang lemah dalam agama akan teracuni oleh pikiran busuk para teroris. Dalam konteks terorisme, kebersandaran pada pemimpin ini terlihat jelas. Kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI) senantiasa menjunjung pemimpin yang dipandang mumpuni ilmu agamanya. Ketaatan itu semakin menguat saat para pengikut melihat bagaimana ayat-ayat suci disitir dengan fasih. Sungguh ironi keadaan sekarang ini dengan adanya perusakan-perusakan moral agama. Perubahan filosofi pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan otoritas agama. Pemuka-pemuka agamalah yang akan menghadapi kehilangan pengaruh. Semakin kritis suatu masyarakat semakin ia tidak bersandar pada ketokohan. Perlu upaya menanggulangi bencana radikalisme dan terorisme. Pengikisan ke akarnya lebih sulit dari yang dibayangkan. Tetapi, dengan peran aktif semua pihak pasti tidak akan sulit. Kepedulian kita dapat mencegah masuknya teroris di suatu kota maupun desa. Sebaliknya, kita sadar bahwa terorisme adalah musuh kita bersama maka kita puna kewajiban ikut memberantas jaringan terorisme. Semula dengan tewasnya sejumlah tokoh teroris seperti dr Azhari, Noordin M. Top, Imam Samudra, Amrozi, Dulmatin dll. diharapkan jaringan terorisme akan tiarap. Sebab, mereka sudah kehilangan para pemimpinnya yang punya jaringan luas. Ternyata muncul jaringan baru, seperti terungkap dua bulan lalu di Aceh. Mereka mengadakan latihan perang-perangan dengan senjata lengkap perlu diantisipasi.Membuka pikiran lebih lebar, kita dapat melihat bahwa kesamaan para radikalis bukanlah status ekonominya. Kesamaan mereka terletak dalam cara melihat dunia: hitam-putih, intoleran terhadap ambiguitas. Teroris dan terorisme jelaslah berbeda. Hanya saja pelaku terorisme tersebut dinamakan teroris. Kebejatan mereka yang menyalahgunakan arti penting kandungan dalam kitab suci Al-qur’an. Bagi teroris, setiap ayat yang disitir semakin meyakinkan mereka akan ketidakmungkinan pemimpinnya untuk salah. Pikiran inilah yang akan membuat masyarakat yang lemah dalam agama akan teracuni oleh pikiran busuk para teroris. Dalam konteks terorisme, kebersandaran pada pemimpin ini terlihat jelas. Kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI) senantiasa menjunjung pemimpin yang dipandang mumpuni ilmu agamanya. Ketaatan itu semakin menguat saat para pengikut melihat bagaimana ayat-ayat suci disitir dengan fasih. Sungguh ironi keadaan sekarang ini dengan adanya perusakan-perusakan moral agama. Perubahan filosofi pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan otoritas agama. Pemuka-pemuka agamalah yang akan menghadapi kehilangan pengaruh. Semakin kritis suatu masyarakat semakin ia tidak bersandar pada ketokohan. Perlu upaya menanggulangi bencana radikalisme dan terorisme. Pengikisan ke akarnya lebih sulit dari yang dibayangkan. Tetapi, dengan peran aktif semua pihak pasti tidak akan sulit. Kepedulian kita dapat mencegah masuknya teroris di suatu kota maupun desa. Sebaliknya, kita sadar bahwa terorisme adalah musuh kita bersama maka kita puna kewajiban ikut memberantas jaringan terorisme. Semula dengan tewasnya sejumlah tokoh teroris seperti dr Azhari, Noordin M. Top, Imam Samudra, Amrozi, Dulmatin dll. diharapkan jaringan terorisme akan tiarap. Sebab, mereka sudah kehilangan para pemimpinnya yang punya jaringan luas. Ternyata muncul jaringan baru, seperti terungkap dua bulan lalu di Aceh. Mereka mengadakan latihan perang-perangan dengan senjata lengkap perlu diantisipasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar