Selasa, 15 Januari 2013

Sufisme, Soft Weapon Hadapi Radikalisme dan Terorisme


Presiden SBY pernah memberikan pujian pada perkembangan sufisme di Indonesia. Menurutnya keberislaman yang sufistik sangat cocok dengan konstelasi Indonesia yang sesak diisi berbagai macam keberagaman. Sufisme banyak mengajarkan cara yang elegan dalam penanganan sengketa atau konflik di tubuh masyarakat.

Memang sekilas dari luar tampak serupa antara seorang yang berpaham sufistik dan fundamentalis/radikalis. Mereka sama-sama berpakaian konservatif, berjenggot, bersorban dan hal lain dalam rangka meniru Nabi SAW. Namun bagi muslim sufistik alih-alih menggunakan kekerasan, mereka cenderung mengajarkan jalan cinta dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam.

 Menurut Ketua Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada, Akhmad Sahal, Sufisme menawarkan pandangan keagamaan yang memberi kesejukan dan bertujuan membersihkan jiwa pribadi-pribadi muslim agar tidak terjebak kepada godaan duniawi, termasuk kekuasaan politik yang menindas sesama.

“Sufisme menolak propaganda kaum “takfiri” yang menganggap ummat muslimin yang tak sepandangan dengan mereka sebagai kafir. Sufisme juga menolak  propaganda para radikalis dan fundamentalis yang gencar menyebarkan kecurigaan serta kebencian kepada ummat beragama lain” kata Akhmad Sahal dalam akun Facebooknya.

Sufisme dapat menjadi penangkal ampuh radikalisme dan terorisme. Dalam konteks deradikalisasi dan deterorisasi, sufisme dapat digunakan sebagai soft weapon. Ajaran-ajaran sufisme tentang cinta dan toleransi adalah antipoda ajaran radikalisme dan terorisme yang begitu kental dengan kekerasan dan teror.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar